Cerita · 29 July 2021 4

Terlambat Sampai di Buper, Kontingen Pramuka Indonesia Tak Bisa Ikuti Upacara Pembukaan Jambore Dunia XII

Foto kiriman Kak Hendro Prakoso, Kwarcab Bandung.

Sekilas Cerita Kak Loeke tentang Jambore Dunia XII di Idaho

Pertemuan tingkat dunia antar Boy Scout, pertama kali diselenggarakan pada tahun 1920 di Olympia Halls, Kensington, London, Inggris. Pertemuan itu diberi nama Jamboree oleh Baden-Powell dan selanjutnya dikenal dengan World Jamboree yang diadakan setiap empat tahun dengan kesepakatan sebagai penyelenggara adalah salah satu National Scout Organization dari Anggota World Organization of Scout Movement.

Pada pertengahan tahun 1967, agenda World Scout Bureau adalah menyelenggarakan World Scout Conference XXI di Seattle dan Jambore Dunia yang ke 12 di Idaho, Amerika Serikat. Gerakan Pramuka Indonesia mendapat Undangannya yang “khusus” karena World Scout Bureau dan Boy Scout of America ingin mengetahui Kepanduan Indonesia yang berganti nama dan dipersatukan dalam wadahnya yang baru yaitu Gerakan Pramuka.

Pada bulan Juni 1967, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka menerima Undangan untuk kedua hal tersebut di atas, maka Kontingen harus segera dibentuk karena pelaksanaannya akan berlangsung pada tanggal 1 sampai dengan 17 Agustus 1967.

Pada awal bulan Juli 1967, kami sebagai Pramuka Penggalang Garuda yang terpilih menjadi Anggota Kontingen (Pertama) Gerakan Pramuka Indonesia tidak menduga serta merasa tak percaya, begitu mendengar adanya Penugasan untuk ikut serta ke World Jamboree XII yang akan berlangsung dari tanggal 1 ~ 9 Agustus 1967, berlokasi di Farragut State Park, Idaho, United State of America.

Kontingen Pramuka Indonesia beranggotakan 8 (delapan) Pramuka Penggalang yaitu, (1)Bondan Winarno mewakili Kwarda Jawa Tengah sebagai Ketua Regu, (2) Mailan Djamil mewakili Kwarda Sumatera Selatan sebagai Wakil Ketua Regu; dan anggota Regu adalah (3) Mohammad Basuki mewakili Kwarda DKI Jakarta, (4) Bambang Ruseno mewakili Kwarda Jawa Timur, (5) Prijo Mustiko mewakili Kwarda DIY; (6) Loeke Hilman Bachroem, (7) Mohammad Affandi, dan (8)Ricky Kamil mewakili Kwarda Jawa Barat.

Serta 3 (tiga) orang Pembina Pramuka tingkat Nasional, yakni: Kak Benny Supangat Sumarto dan Kak Soesanto Martodihardjo untuk menghadiri World Scout Conference XXI yang diadakan di Seatle, Amerika Serikat, pada tanggal 11~17 Agustus 1967; serta Kak Idik Sulaeman sebagai Ketua Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia ke World Jamboree XII 1967 di Idaho, Amerika Serikat.

“Persiapan kami untuk memenuhi semua Persyaratan (Paspor, Visa, Keseragaman Kontingen, latihan Keterampilan dan Kecakapan Pramuka serta Kesenian Indonesia) dilakukan dalam waktu yang sangat padat dan singkat, karena kami mempunyai waktu hanya 20 hari termasuk waktu diperjalanan untuk sampai ke arena Jambore Dunia tersebut,” ujar Kak Loeke.

Menurutnya, salah satu hal yang menarik untuk dicatat adalah suasana atau situasi kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia pada waktu itu bangsa Indonesia sedang bangkit dari segala keterpurukan di segala bidang kehidupan, salah satunya yaitu membuka diri lagi untuk pergaulan bersama dengan dunia luar atau dunia internasional.

“Yang berkesan dihati kami adalah pada waktu menghadap Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka, Kak Sri Sultan Hamengkubuwono IX, beliau berpesan pendek tapi mendalam yaitu bahwa misi Gerakan Pramuka Indonesia ke Jambore Dunia XII ini sangat penting artinya bagi bangsa Indonesia sehingga setiap anggota kontingen Pramuka Garuda yang akan berangkat sebagai peserta Jambore Dunia hendaknya “menjaga nama baik bangsa dan negara Indonesia,” kenang Kak Loeke.

Setelah mengikuti Jambore Dunia XII lanjut Kak Loeke, ia bersama regu harus dapat memberikan cerita serta kesan-kesan pengalamannya kepada para Penggalang di daerahnya masing-masing. Acara ketika itu dilanjutkan dengan upacara prosesi mencium bendera Sang Merah Putih sebagai tanda kecintaan kita kepada tanah air tumpah darah bangsa Indonesia.

Kemudian Bendera Sang Merah Putih diserahkan oleh Ketua Kwarnas Gerakan Pramuka kepada Ketua Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia, yaitu Kak Idik Sulaeman. Sang Merah Putih dibawa ke arena Jambore Dunia XII di Idaho, Amerika Serikat, untuk dikibarkan di atas Gapura Perkemahan Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia.

Sabtu, 29 Juli 1967 kontingen Pramuka Indonesia berangkat naik pesawat Garuda Indonesian Airways dari Bandara Kemayoran menuju Tokyo, singgah sekitar dua jam di Hongkong, tiba di Tokyo pada tanggal 30 Juli 1967 dini hari waktu setempat.

Berganti pesawat Pan American Airways dari Tokyo, kontingen melanjutkan terbang pada pukul 09:00 terbang melintasi lautan Atlantik menuju San Fransisco, kemudian melanjutkan lagi perjalanan terbang ke kota Seattle.

“Dari ibukota negara bagian Washington ini, kami masih terbang lagi ke kota Spokane, Idaho, tiba pada sore hari waktu setempat tanggal 31 Juli 1967,” lanjut Kak Loeke.

Dari Spokane, berlanjut dengan perjalanan naik mobil caravan milik keluarga Amerika yang baik hati menuju arena Jambore Dunia XII di tepi danau besar Pendorielle, dengan radius keliling 69 km dan kedalaman 35m.

“Pengalaman perjalanan yang melelahkan tetapi menarik serta menggugah semangat untuk ingin segera tiba di area Jambore,” tutur Kak Loeke.

Kak Idik Sulaeman ditemani Kak Benny Supangat langsung mendaftarkan kedatangan Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia ke Panitia Jambore untuk bisa ikut serta Upacara Pembukaan, namun “pintu masuk” ke arena Upacara sudah ditutup 30 menit sebelumnya, jadi kontingen Pramuka Indonesia hanya dapat melihat Upacara Pembukaan dari luar areanya.

Kak Loeke menyampaikan bahwa ia bersama rombongan mendapat box makan malam dan juga dipinjami satu tenda Panitia yang sudah siap digunakan untuk melepas lelah dan tidur, karena tidak memungkinkan untuk mendirikan tenda-tenda Kontingen.

“Kami tidur beralaskan jerami dan masing-masing mendapat dua lembar selimut. Malam itu sangat dingin, diperkirakan suhu sekitar 10 derajat Celsius,” lanjut Kak Loeke.

Salah satu kesan yang mendalam bagi Kak Loeke di Jambore Dunia adalah, ia bisa berkenalan dan kemudian bercengkrama dengan pandu-pandu dari negara manapun di dunia ini, tanpa ada yang membatasi dari sekat keyakinan beragama, warna kulit maupun budaya, terasa sekali bahwa kita bersaudara sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. (*)